Demikian antara lain pendapat pakar ilmu politik UI yang
juga anggota Komisi I DPR Burhan D Magenda dan politisi senior PPP yang
juga anggota Komisi I DPR Aisyah Aminy kepada Pelita, di Jakarta, Minggu (20/4), berkaitan dengan kunjungan kerja Presiden Megawati Soekarnoputri ke Rusia, Rumania, dan Polandia.
"Apakah mungkin balances of power pada waktu
perang dingin dihidupkan kembali, dalam arti kekuatan itu harus bisa
membalas aksi militer langsung kepada AS. Tidak seperti sekarang, kan
Rusia, China, Perancis itu diam walaupun menyatakan menolak invasi ke
Irak. Kekuatan penyeimbang takkan berarti jika tidak membalas," kata
Burhan.
Secara ekonomi, begitu Burhan, Rusia masih bergantung
kepada IMF dan Bank Dunia dimana AS adalah di baliknya. Namun begitu
secara politik dan militer, Rusia masih memiliki kekuatan "yang bisa
melakukan serangan ke AS." Hanya saja, dia melihat, tak mungkin juga hal
itu jika dilakukan sendirian oleh Rusia.
"Kalau digalang dengan Perancis mungkin bisa balance. Tapi bagaimana menciptakan sesuatu yang permanen, sebab kenyataannya yang muncul sekarang ini kekuatan yang muncul isu oriented. Misalnya dalam kasus Irak, Perancis tidak ikut AS, tapi dalam isu lain dia ikut," sambungnya.
Pendapat senada juga disampaikan Aisyah Aminy. Rusia,
kata dia, tidak lagi sejaya masa Uni Soviet dulu. Satu-satunya kekuatan
yang harus digalang adalah kekuatan bersama dengan dukungan aktif
berbagai negara yang tidak mendukung arogansi AS.
Burhan Magenda mengingatkan gaya tindakan unilateral
atau multilateral tanpa persetujuan DK PBB atau Majelis Umum PBB
merupakan tindakan yang harus dihentikan, karena akan menjadi preseden
buruk bagi tata hubungan negara dunia.
Bush (jr)sendiri sebenarnya bukan satu-satunya pemimpin
AS yang melakukan tindakan unilateral atau multilateralisme tanpa
persetujuan PBB, tapi pernah juga dilakukan pemimpin AS sebelumnya yaitu
Clinton di Bosnia dan Kosovo, Reagen di Granada, Bush (Sr) di Panama.
Untuk itu, kata dia, Indonesia memiliki peranan yang
dapat disumbangkan bagi terbentuknya kekuatan penyeimbang ini atau
setidaknya menghalangi tindakan AS yang bersikap semena-mena tersebut.
Pertama, adalah mendorong terwujudnya balances of power,
dengan menggalang kekuatan dengan Rusia, China, Perancis, Jerman.
Kedua, mengikat AS di tiap wilayah dengan konsensus keamanan bersama di
tingkat regional.
"Misalnya di tingkat ASEAN kita kan punya ASEAN Regional
Forum (ARF). Sulitnya dalam konteks Korut, kita agak sulit karena Korut
itu memang tak mau datang. Ini memang bukan pakta pertahanan seperti
NATO, tapi bermanfaat untuk menghalangi AS. Di Amerika Latin ada OAS, ya
seperti itu," ucap Burhan.
Ditegaskannya, ketegangan yang terjadi di Timteng, Asia
Selatan dan Afrika, justru akibat tidak adanya forum regional seperti
ini.
Yang ketiga, menurut Burhan, adalah memberikan dorongan agar semua negara mentaati seluruh Resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB.
Soal kerja sama persenjataan
Menyinggung rencana pembelian persenjataan Indonesia
dari Rusia, Burhan menyebut hal itu memang perlu untuk dilakukan
menyusul pengalaman yang terjadi dengan AS dengan peristiwa embargo
militer. Apalagi di tingkat ASEAN sendiri masing-masing negara sudah
tidak lagi mentaati kesepakatan tahun 1970-an mengenai standardisasi
peralatan militer.
"Dulu memang ada kesepakatan agar peralatan militer itu
disamakan dibeli sama-sama dari AS, supaya gampang dalam latihan
bersama, tapi sekarang kan Malaysia saja sudah beli dari Rusia,
Perancis. Apalagi dulu itu uang kita masih melimpah, kita bisa bayar cash peralatan kita dari AS, sebab memang AS sendiri menuntut cash," katanya.
Pembelian alutsista dari Rusia seperti Sukhoi, memang
selain didorong oleh tidak berlakunya lagi kesepakatan ASEAN dan adanya
embargo AS, juga karena pesawat Rusia tersebut jauh lebih murah namun
teknologinya juga tidak kalah.
"Dulu pada zaman Bung Karno kita juga beli dari Rusia.
Polisi kita juga beberapa waktu lalu sudah beli AK-47, 10.000 pucuk
waktu zamannya Pak Bimantoro. Kita juga punya MiG-21, MiG-19. Hanya pada
masa orba memang kita lebih banyak beli dari AS, karena hubungan kita
dengan Rusia sedikit terganggu," begitu Burhan.
Aisyah Aminy justru berpandangan lain. Untuk pembelian
peralatan ini, dia meminta agar pemerintah tidak terburu tergiur pada
masalah murahnya atau adanya keringanan khusus dari pihak Rusia.
"Kita harus wanti-wanti mengenai kualitasnya, jangan sampai kita kemudian susah di kemudian hari," begitu Aisyah.
Kerja sama industri militer
Presiden Megawati Soekarnoputri menginginkan PT Pindad
dan PT PAL bekerja sama dengan industri-industri militer Rumania guna
meningkatkan kemampuan TNI di masa mendatang.
"Kita menginginkan kerja sama antara Pindad, PAL dan
sebagainya dengan industri persenjataan Rumania," kata Megawati, Minggu
(20/4) dalam jumla pers dengan wartawan Indonesia di Bukarest, Rumania,
sebelum berangkat ke Moskow, Rusia.
Megawati menyebutkan bahwa kerja sama itu diperlukan karena peralatan TNI sudah tidak memadai lagi.
Sementara itu ketika ditanya tentang penyelesaian
konflik Aceh, Presiden minta masyarakat menunggu hasil perundingan
Indonesia dengan GAM melalui Forum Joint Council, 23-25 April 2003.
"Kita sedang menunggu tentang tempat berlangsungnya perundingan karena ada tiga alternatif," kata Megawati.
Presiden menyebutkan tanggal 28 April 2003 akan
diselenggarakan sidang kabinet jika perundingan tentang Aceh itu sudah
terlaksana.
Panglima TNI Endriartono TNI Sutarto menyebutkan
kunjungan Megawati ke Rumania, Rusia serta Polandia akan dimanfaatkan
untuk menjajaki kemungkinan pembelian senjata dan peralatan militer
lainnya.
Ia meyebutkan Indonesia ingin membeli pesawat tempur,
helikopter serta tank dari ketiga negara itu, sesuai dengan kemampuan
keuangan Indonesia.
Pemberdayaan PBB
Presiden Megawati Soekarnoputri dan Presiden Rumania Ion
Iliescu, membicarakan perkembangan terakhir di Irak serta upaya-upaya
pemberdayaan PBB dalam mengatasi berbagai masalah dunia.
"Kami berdua membicarakan situasi di Irak serta Timur
Tengah," kata Iliescu dalam jumpa pers, Jum'at (18/4) siang, di Istana
Cotroceni.
Megawati yang didampingi suaminya Taufik Kiemas tiba di
ibukota Rumania pukul 13.00 waktu setempat, atau pukul 17.00 WIB.
Megawati mengadakan kunjungan kenegaraan tiga hari, antara lain
didampingi Menlu Hassan Wirajuda, Menperindag Rini Soewandi, Menristek
Hatta Rajasa, Sekretaris Negara Bambang Kesowo, serta Panglima TNI
Jenderal TNI Endriartono Sutarto.
Namun Iliescu tidak memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai pembicaraannya yang menyangkut situasi di Irak.
Sementara itu, Megawati mengatakan kepada pers bahwa
Indonesia ingin memberdayakan PBB sehingga badan dunia itu berperan
lebih efektif dan efisien.
"Saya dan Presiden Rumania membicarakan upaya lebih
memberdayakan PBB agar dapat lebih berperan lebih efektif dan efisien
bagi pedamaian dunia," kata Megawati seperti dilansir Antara.
Jika Iliescu secara jelas menyebutkan pembicaraan mereka juga
menyangkut masalah Irak, maka di lain pihak Megawati sama sekali tidak
menyebut-nyebut situasi di Irak. (jon)